Thursday, December 12, 2013

I want to change!

Senang rasanya bisa kembali menjalani kehidupan normal. Mengantar jemput anak ke sekolah, belanja keperluan sehari-hari, mencuci piring, membersihkan rumah, melipat baju, menyiapkan makanan untuk keluarga. Alhamdulillah sudah bisa saya lakukan lagi. Setelah hampir satu tahun akhirnya saya bisa merasakan nikmatnya hidup tanpa doctor appointment, chemoteraphy, dsb dst. Dua hal yang masih tersisa tinggal jadwal physiotherapist dan satu pil Tamoxifen setiap hari.

Pergi ke rehabilitation center ternyata juga membuka mata saya. Di sana saya bertemu physiotherapist saya, Kelly namanya. Di salah satu pertemuan, ia bercerita kalau neneknya sudah berusia 97 tahun. SEMBILAN PULUH TUJUH TAHUN dan SEHAT. Neneknya masih bisa mandi sendiri, pergi shopping dan pergi ke kasino setiap hari dari jam 10 pagi hingga 3 sore. Ha3.. Jangan khawatir, saya tidak akan membahas bagian tentang pergi ke kasino dan membuang-buang uang di sana.

Di kota saya tinggal, saya memang sering sekali melihat orang-orang tua dimana-mana. Dari penampilannya saya duga mereka berusia antara akhir 70an hingga 80an. Rambut putih, badan sedikit bungkuk, berkaca mata dan gerakan tubuh yang melambat. Banyak di antara mereka hidup sendirian atau dengan pasangannya yang juga sama-sama sepuhnya. Beberapa di antara mereka bahkan masih memiliki teman-teman seumuran dimana mereka masih rutin bertemu seminggu sekali. Mereka masih bisa memakai make up, baju terbaik dan menunggu temannya menjemput untuk bersama-sama pergi ke restauran sekedar untuk menghabiskan waktu luang, nostalgia dan tertawa bersama. Mereka juga masih aktif pergi ke fitness center. Di tempat yang saya datangi, ada kelas-kelas untuk orang-orang tua tersebut. Saya seringkali melihat kelas aquatic fitness yang penuh dengan para nenek kakek tersebut. Juga kelas dancing to the oldies, mereka semangat berolahraga bersama.

Betapa saya ingiiiiinnn bisa seperti mereka, sehat wal'afiat dan panjang umur. Didorong rasa ingin tahu, saya tanya ke Kelly apa kebiasaan neneknya hingga ia masih sehat di usianya yang sangat lanjut. Katanya, sejak muda neneknya banyak melakukan kegiatan fisik dan rajin berjalan kaki. Ia juga tidak merokok dan minum alkohol. Ia memasak sendiri makanannya dan rajin minum teh atau kopi.  Sederhana ternyata. Masih penasaran, saya tanyakan tentang jenis makanannya, Kelly berkata kalau mereka jaraaaangg sekali makan daging merah. Kalau hari ini ia makan burger, baru 1-2 bulan lagi ia makan burger. Demikian pula goreng-gorengan (deep fried food). Gorengan dianggap sebagai treat yang hanya bisa dimakan sekali-sekali saja. Yang sering adalah ikan dan ayam. Cara memasaknya pun hanya di oven, steam, atau grill. Oia satu lagi, banyak sayur dan buah.

Sekali lagi, itu bukan pengetahuan baru bagi saya. Informasi seperti itu sudah sering saya baca dari buku atau internet namun yang membuat saya terpana adalah bertemu dan mendengar langsung kisah nyata dari orang yang mempraktekkan gaya hidup tersebut. Selama ini saya pikir di sini manusia umurnya lebih panjang karena simply mereka hidup di negara maju yang semuanya lebih baik. Saya mengira, mereka beruntung saja hidup di negara maju sehingga usia harapan hidupnya bisa lebih panjang. Tapi sekarang saya sadar bahwa, mereka pun ikut berkontribusi terhadap kesehatannya sendiri. Dari makanan yang mereka masukkan ke tubuh mereka dan dari aktivitas fisik yang mereka lakukan untuk mempertahankan kebugaran tubuhnya.

Iseng saya melihat ke belakang tentang cara hidup saya. Bertahun-tahun saya hanya duduk pasif di dalam ruangan, di belakang bangku sekolah, di belakang meja kerja. Saya tidak pernah suka mata pelajaran olahraga jadi fitness center/gym bukan tempat favorit saya. Bertahun-tahun saya mengabuse tubuh saya dengan konsumsi ayam goreng, udang goreng, paru goreng, tempe-tahu goreng, pisang goreng, empal goreng, pastel goreng, risoles goreng, bakwan goreng, baso tahu goreng, ikan goreng dan jutaan jenis gorengan lainnya. Hmm...tidak heran saya terkena kanker di usia 36 tahun :P... Kalaupun saya tidak kena kanker saat ini, mungkin saya akan terkena penyakit kolesterol, jantung, darah tinggi, asam urat, liver, batu empedu, dsb dst penyakit dalam lainnya di usia 40/50/60, sangat jauuuuhhh dari 97.

So, dengan semangat perubahan, saya langkahkan kaki ke fitness center setiap hari dan saya jauhi goreng-gorengan jahanam itu ha3...,

Don't expect to get different result if you keep doing the same thing, the same way. :P

Sunday, December 1, 2013

The Americans

Saya tidak pernah membayangkan akan tinggal di USA selama lebih dari 3 tahun. Saat saya sedang kuliah di London, saat tengah jatuh hati terhadap segala yang berbau Eropa, saya sempat berkata pada diri sendiri bahwa negara terakhir yang ingin saya kunjungi adalah USA. Saat itu saya tidak melihat ada hal menarik untuk dilihat di USA.

Namun seperti orang tua bilang, jangan terlalu berlebihan apabila kamu tidak menyukai sesuatu karena biasanya hal itu justru akan datang kepadamu. Dan benarlah, 2 tahun setelah menikah, kami pindah ke USA menyusul penugasan dari kantor suami saya.

Selama tinggal di sini, lama kelamaan kami mulai melihat hal yang selama ini tertutupi dari pandangan kami. Saya dan suami sering sekali berbincang dan membahas hal-hal yang menarik perhatian kami. Salah satu dan yang paling sering muncul dalam pembicaraan kami adalah apa yang membuat negara ini menjadi super power di dunia.

Sering kita baca di media massa, USA memang maju namun selalu menghadapi berbagai permasalahannya sendiri. Dari sisi perekonomian, tidak henti-hentinya China dikatakan sebagai kekuatan baru yang mengancam dominasi negara-negara Barat (USA dan Eropa secara umum). Dari sisi akademis, anak-anak di kota besar Asia Timur (Shanghai, Singapore, Seoul, dst) diberitakan lebih unggul dari anak-anak di USA dalam bidang ilmu pasti dan pengetahuan alam. Belum dari banyaknya bencana alam di sini, dari yang tidak pernah saya lihat di Indonesia seperti tornado dan hurricane, sampai yang umum terjadi di nusantara seperti gempa, banjir dan wildfire.

Sampai suatu saat kami menonton film seri yang berjudul "America: The Story of Us". Film ini menceritakan sejarah USA dari mulai awal berdatangannya imigran-imigran dari Eropa, terbentuknya negara USA, Civil War, Great Deppression, hingga era teknologi informasi saat ini. Dari sana, saya dan suami menyimpulkan terdapat hal-hal khususnya dari sisi karakter yang membuat negara ini begitu kuatnya.

Pertama, dari awal terbentuknya negara ini imigran-imigran yang berhasil sampai di benua ini adalah orang-orang yang berjiwa sangat kuat, yang berani meninggalkan negaranya, berlayar menyebrangi samudra luas untuk sampai di wilayah yang sama sekali tidak terbayangkan. Keberanian, kekuatan tekad, dan kepercayaan akan adanya harapan akan kehidupan yang lebih baik, membawa mereka sampai dan bertahan bahkan berkembang di benua ini.

Kedua, agresivitas. Dalam menaklukan benua baru, tidak dapat dipungkiri bahwa agresivitas ada dalam darah mereka. Penduduk dan pemilik asli benua ini yaitu suku Indian dibuat berada dalam kendali. Kekuasaan atas tanah dan semua yang berada di atas dan di dalamnya mereka ambil alih. Melihat bagaimana negara-negara Eropa   menguasai berbagai negara lain di dunia silih berganti sejak jaman Yunani, Romawi hingga masa-masa imperialisme, tidak heran jika imigran-imigran Eropa ini juga memiliki dorongan kuat untuk menaklukan bangsa lain yaitu penduduk asli Amerika.

Selanjutnya, kami juga melihat adanya resilience yaitu kemampuan untuk terus bangkit setiap saat terjadi musibah/ bencana. Benua ini bukan benua yang relatif aman dan tenang seperti Eropa. Seperti telah saya sebutkan sebelumnya, berbagai bencana alam terjadi di sini. Selama kami tinggal di sini, kami menyaksikan sendiri (meskipun hanya lewat TV) bagaimana masyarakat USA tidak pernah patah semangat membangun kembali rumah, sekolah, kantor, toko, kota, kehidupan mereka setelah bencana datang menghancurkan semuanya. Berkali-kali setiap saat sehabis bencana, media massa melaporkan bagaimana kerusakan yang terjadi dan selalu disertai komentar para korban yang menyatakan bahwa mereka akan membangun kembali apa yang sebelumnya mereka miliki.

Alam yang tidak terlalu ramah, disikapi sebagai tantangan oleh mereka. Bukannya lari menghindar, mereka memutar otak dan mencari cara bagaimana mengatasinya. Ilmu pengetahuan berkembang hingga kondisi cuaca dan perubahannya selalu dapat dipantau dan diprediksi hingga sebelum hurricane datang, penduduk dapat diinformasikan langkah apa yang harus disiapkan. Untuk yang belum bisa diprediksi dengan lebih tepat, diciptakan bangunan-bangunan yang lebih tahan gempa dan bungker untuk berlindung dari tornado. Kreativitas dan inovasi menjadi bagian dari kehidupan sehingga ilmu dan teknologi mereka selalu menjadi yang terdepan mulai dari ilmu dan teknologi luar angkasa, alat dan obat-obatan untuk kanker hingga barang yang kita nikmati sehari-hari seperti film dan tablet komputer.

Semangat kolektivitas/kebersamaan. Meskipun sering saya dengar bahwa orang Barat lebih individualis dibanding orang timur, pada kenyataannya hal tersebut tidak saya temui di sini. Orang Amerika sangat senang menjadi sukarelawan, banyak sekali saya temui kegiatan-kegiatan dimana orang-orang yang bekerja adalah sukarelawan. Menjaga perpustakaan, menjaga anak-anak sekolah yang sedang piknik, membersihkan jalan, memberikan konseling pada pasien baru di rumah sakit, hingga membangun rumah untuk orang yang tidak mampu dilakukan oleh tenaga sukarelawan. Hal ini tampaknya didorong oleh semangat untuk memberi kepada komunitasnya. Apalagi jika terjadi suatu bencana atau kecelakaan yang menimpa orang banyak, masyarakat sangat antusias untuk datang membantu. Pengumpulan dana untuk korban dengan cepat mencapai angka-angka fantastis.

Terakhir, insecurity atau perasaan selalu dalam kondisi yang tidak aman. Sering kita dengar bahwa kita perlu ke luar dari comfort zone kita untuk menjadi lebih maju. Ini tidak hanya berlaku untuk perorangan tapi juga organisasi dan negara. Pada level perorangan, sistem tenaga kerja di sini yang membuat perusahaan dapat dengan mudah memberhentikan pegawai, membuat para pegawainya selalu berusaha bekerja dengan baik agar tidak dipecat. Pada level masyarakat, self critics adalah hal yang biasa. Berbagai sistem dan kondisi masyarakat seringkali dikritik dan dianggap kuranga baik. Pada level negara, menurut saya, negara ini selalu mempunyai "musuh". Setelah Perang Dunia, muncul Perang Dingin, lalu sekarang Perang melawan Terorisme. Perang-perang ini pada intinya membuat mereka merasa terancam sehingga tidak tertidur dan tenggelam. Dengan merasa ada ancaman, mereka selalu berpikir dan berusaha untuk menjadi yang paling baik sehingga tidak heran jika saat ini kita menyaksikan negara ini menjadi satu-satunya negara super power di dunia.

Monday, November 25, 2013

Not Really A City Girl

Selama ini saya berpikir saya adalah seorang city girl. Lahir dan besar di Jakarta, kuliah di Bandung dan London, lalu kembali ke Jakarta untuk bekerja. Sejak kecil saya selalu terpana melihat gemerlap lampu-lampu di gedung-gedung pencakar langit saat malam tiba.

Masa kecil saya habiskan bermain bersama teman-teman di sekitar rumah. kami bermain segala macam permainan anak-anak yang bisa dilakukan di halaman rumah yang sempit atau di jalan lingkungan yang juga terbatas. Tidak ada sawah, sungai, apalagi hutan he3... Saat kuliah di Bandung, meskipun kota-nya tidak sebesar Jakarta, tapi saya tetap menimatinya. Bandung Indah Plaza menjadi tempat tujuan cuci mata wajib setiap bulan demikian juga Gelael Dago. Meskipun uang saku dari orang tua pas-pasan, saya selalu usahakan untuk membeli baju baru atau makanan enak sebulan sekali he3.

Lulus kuliah, saya langsung bekerja di Jakarta.  Setelah tiga tahun bekerja, saya mendapat beasiswa kuliah S2 di London. Wow, 2 tahun di sana benar2 masa yang sangat berkesan. London, kota multicultural, melting pot bagi manusia di seluruh dunia, dengan sejarah yang panjang dan tentu saja berjuta atraksi yang tidak akan pernah bisa membuat bosan orang yang tinggal di sana. Terlebih lagi, kampus saya berada persis di pusat kota hingga seringkali kalau saya sedang stres dengan perkuliahan, saya tinggal menenangkan diri berjalan kaki menyusuri sungai Thames. Atau saya juga tinggal melangkahkan kaki ke National Gallery mencari inspirasi dari lukisan-lukisan karya maestro dunia. Atau yang paling sering saya lakukan, meleburkan diri dengan para turis dan belanja-belanji di Covent Garden yang cuma selemparan batu dari kampus saya. Ha3.. bahagia rasanya, hilang pusing-pusing di kepala.

Kembali ke Jakarta untuk bekerja, saya masih dalam love affair dengan kota besar. Setiap kali berangkat ke kantor melewati jalan Sudriman - Thamrin, saya masih terpana melihat gedung-gedung megah di kanan kiri jalan. Seminggu sekali tiap Jumat siang, saya dan teman-teman makan siang di berbagai resto di Plaza Indonesia dan Grand Indonesia sambil menengok toko-toko dan memburu sale ini itu. Hmmm... I loooveee big cities!

Sekarang kami tinggal di Mandeville, kota kecil di seberang danau Ponchartrain. Kota ini keciiiill sekali, saya dan suami sering bercanda kalau kami sedang terdampar di salah satu desa di USA. Tidak ada gedung tinggi, tidak ada mal, tidak ada bioskop. Bioskop terdekat ada di Covington, kota lain sekitar 15 menit dari rumah, namun sejak kami pindah ke sini 3,5 tahun yang lalu, bioskop ini sedang dalam renovasi. Sampai sekarang. Untungnya mereka membangun bioskop baru, juga di Covington yang menjadi satu-satunya tempat bagi anak-anak muda Mandeville menonton film-film Hollywood di malam minggu.

Hari ini saya pergi ke supermarket dengan anak laki-laki saya yang berusia 4 tahun. Kami belanja sayur-mayur dan seafood untuk saya masak 3 hari ke depan. Keranjang kami tidak terlalu penuh dan berat oleh karena itu saya membiarkan anak saya mendorong kereta belanja saat kami keluar berjalan menuju mobil. Begitu sampai di luar, perhatian saya terpecah antara mengawasi anak saya agar tidak berlari menyeberang jalan dengan sibuk memasukkan dompet ke dalam tas dan mengambil kunci mobil. Hingga bruuukkk..... anak saya dan kereta belanja beserta isinya jatuh ke jalan. Alhamdulillah anak saya sama sekali tidak terluka, hanya mukanya meringis mau nangis mungkin karena kaget.

Sedikit panik, saya sibuk memastikan anak saya baik-baik saja. Dua orang ibu-ibu, yang satu hendak masuk ke supermarket dan yang satu lagi sama-sama baru selesai berbelanja, langsung datang membantu. Mereka ikut berjongkok mengumpulkan belanjaan saya yang bertebaran tumpah di jalan. Mereka juga membantu mengangkat kereta belanja ke posisi semula, memasukkan barang-barang belanjaan saya kembali ke kereta dan menanyakan kondisi anak saya. Semua terjadi begitu cepat, begitu spontan.

Saya berungkali mengucapkan terima kasih kepada mereka. Bukan karena saya benar-benar membutuhkan bantuan mereka, tapi karena saya tersentuh dengan spontanitas mereka menolong saya.

Dalam perjalanan menuju rumah, saya berpikir bahwa orang-orang di sini baik sekali. Lalu muncul kejadian-kejadian dimana saya lihat apabila ada 2 orang yang berjalan menuju arah yang sama dari tempat yang berbeda (hampir tabrakan), mereka pasti berlomba-lomba untuk mengalah, memberikan kesempatan orang lain untuk jalan lebih dulu. Demikian pula memegang pintu dan menahannya agar tetap terbuka untuk orang lain di belakang kita sudah menjadi budaya. Sopan santun di jalan raya juga kental terlihat. Tidak pernah saya mendapati mobil di belakang saya 'menempel' ketat, jaraaangg sekali saya dengar bunyi klakson dan hampir tidak pernah saya lihat mobil memotong antrian (apalagi orang, sama sekali tidak pernah saya lihat dimanapun orang memotong antrian).

Lalu saya kembali berpikir, apakah ini bisa terjadi karena kami tinggal di kota kecil dimana penduduknya lebih ramah, lebih santai dan lebih sopan. Apakah perilaku yang menyenangkan ini hanya ada di kota kecil? Saya tidak berani membayangkan perilaku yang sebaliknya saat kami kembali ke Jakarta. Jika memang semua ini hanya bisa terjadi di kota kecil, saya sadari bahwa saya telah salah selama ini. I am  a country girl instead! ;)

Tuesday, November 12, 2013

Feeling Low

However hard i try to keep positive, there's just that time when I can't help feeling down. We are just human after all, never an angel. :P

That time stroke on my 25th radiation treatment. May be I was just bored, may be it's the home sick feeling, may be it's the longing for a normal life, or may be it's just the way you feel when you're not feeling well. Yeah, I've been having this runny nose for about 3 days. The chill in your body, the stuffy nose, the light headache, they're just uncomfortable.

Well, that's not the end of the story. Right when I needed to rest the most (since they said common cold would go away by itself as long as you take plenty or rest, water, and nutrition, and they also said you would get fatigue much easier the closer you are to the end of the treatment so be gentle to your body), the bathroom ceiling at my hotel room was leaking. It's a nasty leakage that I had to move to another room.

The move should not have been a problem should the hotel were not undergoing a renovation on the third floor so finding a replacement room were just a click of a button. The move should have been a breeze should I hadn't been staying there for more than a month and would have had only one nice little luggage instead of two giant ones and tons of other stuffs. The move would just be a piece of cake should I could use both arms normally. Well.... I managed to move anyway in some good 5 round trips from the old room to the new one.

However, I'm not writing this note to complain about what I've been through. I'm writing this to let you know how I eventually conquered the feeling. Yes, I did laugh at myself all the way during the round trips. I called my husband and we made a joke about what's happening to me. Ha3.... It felt good after that. It helped a lot to have my husband laughing with me. I don't think it would feel the same if I didn't have him to share. Having someone to share whether the good or the bad things is always better. I'm so lucky to have him with me. ;)

Thursday, November 7, 2013

To Give Back What We've been Given

Belakangan saya jadi kecanduan nonton berita tv pagi. Seperti sudah saya ceritakan sebelumnya, saya senang sekali melihat tayangan tentang orang-orang yang melakukan hal-hal yang menurut saya luar biasa. Sesuatu yang memberikan inspirasi, menyentuh hati, memberikan semangat di awal hari dan meyakinkan diri bahwa masih banyak orang baik di dunia ini. ;)

Pagi ini ditayangkan cerita tentang mantan pemain NFL (liga American football yang sangat bergengsi di sini) yang sekarang kerjaannya membangun rumah-rumah yang dirancang khusus untuk anggota angkatan bersenjata yang terluka dan cacat permanen sepulangnya dari tugas negara. Rumah-rumah tersebut diberikan gratis dari dana donatur yang dimotori oleh mantan pemain football ini. Saat diwawancara, pemain football ini mengatakan ia bukan pahlawan, ia hanya ingin memberikan kembali apa yang sudah begitu banyak ia terima dalam hidup ini. "I just want to give back what i've been given.", begitu katanya.

Saya terkesan sekali dengan kata-katanya dan terutama dengan apa yang ia lakukan.  Selama ini rasanya saya terlalu sering hanya sibuk dengan urusan saya sendiri. Hidup saya kurang ini, kurang itu, saya belum mencapai ini, mencapai itu, saya belum memiliki ini, memiliki itu, banyak sekali masalah yang belum saya selesaikan, dsb dst. Ooohhh.... Membandingkannya saya jadi malu sendiri, betapa sempitnya hidup ini jika hanya berputar di sekitar diri sendiri. Apakah hidup seperti itu yang saya inginkan?

Saya jadi berpikir mungkin dengan membuka hidup kita bagi orang lain, dunia akan terasa lebih lapang, lebih indah. Hidup akan terasa lebih berarti. Apa yang bisa saya lakukan? Hmmm..... Baiklah saya akan mencoba dengan mulai menghitung betapa banyak nikmat yang telah saya terima lalu melihat betapa saya belum melakukan apa-apa untuk membalasnya. Dengan memikirkan apa yang dapat kita lakukan untuk orang lain, kita akan mulai meninggalkan ruang sempit dimana masalah, beban, kesulitan kita membelengu. Kita akan memasuki dunia yang lebih besar, lebih luas, lebih berarti.

Lalu saya jadi teringat dengan salah satu teman baik saya di sini. Mbak Rara (nama saya samarkan) dan keluarganya sangat banyak membantu keluarga kami selama saya menjalani pengobatan ini. Ia selalu menawarkan bantuan-bantuan, mulai dari mengasuh anak kami setiap saya habis kemo atau selama saya dan suami ada di Houston, membelikan bahan-bahan makanan Indonesia di toko yang lumayan jauh dari rumah, sampai menemani hunting furniture di toko secondhand dan mengangkutnya ke rumah (saya memang terus melakukan shopping therapy sebagai salah satu holistic approach dalam pengobatan ini hi3). Lalu ada juga Nana, tetangga dekat kami yang rajin mengirimkan makanan selama saya belum pulih benar dari kemo dan operasi dan juga mas Didi yang setiap hari mengantar dan menjemput anak kami sejak saya habis melahirkan hingga harus kemoterapi. Mereka telah memberikan banyak pada keluarga kami. Mereka telah mempraktekkan apa yang sampai saat ini masih berupa konsep bagi saya.

Mungkin kita tidak harus membangun rumah untuk diberikan ke orang lain seperti mantan pemain NFL ini, tapi paling tidak setiap hari kita bisa melakukan hal kecil untuk orang lain seperti teman-teman saya tadi. Bisa dengan memberikan tips lebih besar di restoran, membantu mengangkat barang orang yang kelihatan kerepotan, menjawab dengan baik pada orang yang bertanya, berbagi informasi yang menurut kita penting, tidak menghalangi jalan orang lain, menjadi tenaga sukarelawan, mendonorkan darah, memberikan sumbangan lebih banyak di sekolah kita dulu, run for a cure, menawarkan bantuan pada orang yang kelihatan membutuhkan, dst, dst. Wow, ternyata banyak yang bisa dilakukan jika kita benar-benar memikirkannya.

Apa yang telah saya lakukan hari ini untuk orang lain? Hmmmm...... Saya akan membiasakan diri memasukkan pertanyaan itu di kepala saya setiap hari. ;)

Monday, November 4, 2013

Laugh at Ourself

Seringkali kita secara spontan tertawa melihat seseorang tidak sengaja tersandung lalu terjatuh dan menunjukkan mimik muka yang lucu. Atau melihat rekaman video candid tentang seseorang yang terkaget-kaget lalu mengucapkan kata-kata aneh saat ditakut-takuti. Atau kita juga akan tertawa melihat anak kecil yang sedang belajar makan menggunakan sendok berteriak-teriak kesal dan membuang sendok serta piring penuh makanan ke lantai karena berkali-kali tidak berhasil menyendok makanannya. Semua menjadi lucu jika bukan kita yang mengalaminya.

Sekarang bayangkan jika semua itu terjadi pada diri kita. Hmmm rata-rata kita akan merasa kesal terhadap lantai yang tidak rata yang membuat kita tersandung, atau sebal terhadap orang yang ngerjain kita, atau bahkan marah melihat anak kita mengotori karpet baru di rumah.

Ternyata emosi yang terlibat bisa sangat berbeda antara pelaku penderita dengan penonton. Kenapa sebagai penonton kita bisa tertawa? Apakah mungkin sebagai pelaku penderita kita juga bisa tertawa? Setelah saya pikir-pikir lagi, ya kita bisa. Harus bisa.

Jika kita posisikan diri kita sebagai penonton yang melihat kejadian itu, kita juga akan bisa tertawa geli. Tidak ada salahnya kita menarik diri sebentar dan melihatnya sebagai tontonan, pasti akan terlihat lucu. Akan sangat melegakan apabila kita juga bisa menertawakan hal-hal bodoh yang terjadi pada diri kita. Apabila tidak ada lagi yang bisa kita lakukan untuk mengubah yang telah terjadi, mengapa kita tidak tertawa saja. Mengapa kita mau menjadi korban 2 kali? Kalau kita sudah terlanjur jatuh, kesal tidak akan membatalkan jatuh yang sudah terjadi. Karpet sudah terlanjur kotor, marah tidak akan membuat karpet menjadi bersih. Mengapa kita tidak tertawa saja? Paling tidak kita bisa ikut senang melihat kejadian lucu.

Seperti wiken kemarin. Seperti biasa Hermann Park menjadi tujuan kami menghabiskan Sabtu pagi. Semua berjalan menyenangkan sampai kami naik kereta api mini keliling taman. Hingga.....saya tidak sengaja menjatuhkan air mineral botol saya dari atas kereta yang sedang berjalan. Entah kenapa, hal itu sangat mengganggu anak kami. Mood-nya langsung berubah, ia menjadi kesal dan meminta saya mengambil air botol yang jatuh. Yang tentu saja tidak mungkin mengingat kami sedang di atas kereta yang terus berjalan. Bukan sekali ia meminta saya mengambilnya. "Mommy, you dropped your water. You have to get it back." Begitu katanya. Berulang-ulang dengan mimik muka kesal. Satu menit, dua menit hingga hampir 10 menit. Suasana yang tadinya menyenangkan tinggal sedikiiiittt lagi berubah. Saya yang tadinya dengan sabar dan tenang menjawab "Yes, I accidentally dropped the bottle but I can't get it back now the train is moving.", lalu "I don't need the water anymore.", lalu "I will just buy another bottle when the train stops." lalu capek sendiri dan saya diamkan saja.

Hampir saja saya kesal dan sebal dengan situasi yang saya hadapi, kenapa sih anak ini tidak mau mengerti juga. Namun saya sempat berpikir untuk melakukan eksperimen emosi. Saya mencoba menarik diri, mengambil jarak dari apa yang terjadi, menjadi penonton. Boom, tiba-tiba situasi yang hampir membuat saya kesal justru saya lihat menjadi lucu. Anak kami yang berulang-ulang mengatakan hal sama dengan kesalnya, menjadi pemandangan  yang lucu yang membuat saya tertawa. Lalu, bukannya saya marah dan memarahi anak kami, saya justru tertawa geli. Saya mengajak suami saya menertawakan situasi yang kami hadapi. Ajaibnya dengan tertawa itu, saya menjadi rileks dan bisa muncul ide untuk mengalihkan perhatian anak kami dari hal yang membuatnya kesal. Ha3... Selamatlah wiken kami saat itu.

Sooooo, lain kali jika kita terjebak kemacetan karena salah mengambil jalan, tertawalah. Silly things happen in our life. Why not get the fun of it. Laugh out loud! Ha3...

Tuesday, October 29, 2013

Life is How You Perceive It

Wiken ini, kami kembali menikmati saat kebersamaan. Suami dan anak saya datang menjenguk. Pergi ke Hermann Park, naik kereta api mini, kemudian sarapan di Rice Village, sudah menjadi rutinitas baru. Saya sangat menikmati saat-saat itu hingga tiba waktunya suami dan anak saya kembali ke Mandeville. Saya selalu jadi melankolis kalau ditinggal sendirian. Sedih tidak bisa lagi bermanja dengan suami, merasa aman di dekatnya. Sedih tidak bisa lagi mendekap dan mencium anak kami, menemani tidurnya, mengajaknya bermain.

Namun seperti biasa pula, keesokan harinya saya kembali tegar. Memiliki rutinitas sangat membantu dalam menghilangkan kesedihan. Selain itu, saya juga selalu menguatkan hati dan berpikir positif. Jadilah sehari setelah suami dan anak saya kembali ke Mandeville, saya menemukan diri saya sedang bershopping ria di Rice Village bersama teman baru sesama pasien radiasi. Ha3...

Kalau saya melihat hidup saya saat ini, rasanya tidaklah terlalu jelek. Benar bahwa setiap hari selama 31 hari kerja saya harus pergi mondar mandir ke rumah sakit, menerima treatment radiasi, bertemu dokter, dsb. Namun setiap hari selalu ada kelas olahraga yang bisa saya ikuti. Ada yoga, pilates, qigong, taichi, get moving, yang semuanya gratis. Otomatis fisik saya lebih bugar, tidur lebih nyenyak dan saya memiliki teman-teman baru yang semua punya ceritanya masing-masing dengan penyakit kanker. Berada di antara sesama pasien, mengubah paradigma. Kondisi normal di sini adalah sakit kanker. Sakit kanker adalah sesuatu yang normal, yang diderita hampir semua orang. Mendengar berbagai kisah mereka, saya masih bisa bersyukur bahwa kondisi saya tidak separah beberapa di antara mereka.

Terkadang kita hanya perlu mengubah paradigma kita, pikiran kita untuk bisa melihat hidup dari sisi yang lain. Hidup yang ada di depan kita bisa sama namun apa yang kita rasakan bisa jauh berbeda. Kalau saya terus mengasihani diri sendiri yang harus berpisah dari orang-orang tercinta (meskipun sementara), saya tidak akan bisa merasakan kegembiraan menjalani hobi shopping saya (bukan hobi yang membanggakan namun saya hanyalah seorang wanita biasa ha3..) menemukan teman-teman baru, semangat berolahraga, dan mempunyai harapan dan semangat hidup yang tinggi.

Saya yakin, apa yang saya rasakan yang akan membawa perubahan. Dengan berpikir positif, saya bisa membuang jauh-jauh kesedihan dan kembali merasakan kebahagiaan. Rasa bahagia memberikan energi positif yang mendorong saya melakukan hal-hal positif. Berolahraga, menjalin persahabatan baru, dan bersemangat dalam menjalani pengobatan.

Terus terang saya menulis artikel ini karena terinspirasi oleh cerita yang yang lihat di berita TV pagi ini. Seorang anak remaja SMA yang terlahir dengan tangan kiri yang tidak sempurna (putus di tengah) mendapat tawaran masuk Universitas tanpa tes karena prestasinya di olahraga basket. Saya melihat sendiri rekaman video betapa jagonya anak ini, Zach Hodskins namanya, bermain basket. Teman-teman satu timnya dan juga lawannya semua memiliki fisik sempurna tidak kurang suatu apapun. Hanya Zach yang berbeda namun sama sekali tidak terlihat kalau kekekurangannya menghambat gerakannya. Bahkan ia menjadi bintang lapangan yang mencerak poin terbanyak. Belum tentu orang yang terlahir dengan fisik sempurna dapat melakukan apa yang dilakukannya. Penasaran, saya search tentang Zach di internet. Saya menangis membaca kisahnya,  tersentuh dengan kegigihan anak ini. Dengan semangatnya yang pantang menyerah, dengan kebesaran hati, dengan kekuatan karakternya, dengan keluarga yang sangat menyayanginya.

Hidup ini hanya satu kali. Hidup adalah karunia dari Allah SWT yang dipercayakan kepada kita untuk menentukan arahnya. Mau seperti apa hidup ini, ada di tangan kita. Seperti firman Allah SWT mengatakan, Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu kaum melainkan kaum itu sendiri yang mengubahnya.

Let's Share the Love

Menonton televisi ternyata tidak selamanya buruk. Belakangan setiap pagi saya selalu menyalakan salah satu channel tv berita pagi. Awalnya hanya supaya ada suara lain yang saya dengar selain suara mobil yang lewat di luar sana dan juga update ramalan cuaca hari itu supaya tidak salah kostum. :D.Lama-lama ternyata ada lagi pelajaran berharga yang bisa saya ambil dari tontonan ini.

Setiap hari di acara tersebut selalu diselipkan kisah tentang orang-orang biasa yang membuat berita. Bukan karena sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada mereka tapi karena mereka melakukan sesuatu yang biasa namun ternyata luar biasa.

Seperti pagi ini, ditayangkan video yang sedang ramai dilihat orang di internet. Video ini tentang reaksi seorang bapak sepulang dari kantor yang diberitahukan bahwa anak laki-lakinya lulus ujian matematika. Melihat video-nya saya tidak kuasa tertawa terbahak-bahak. Bapak ini terkejut, memeluk anaknya, tertawa, melihat kertas ujian, memeluk lagi anaknya dan kembali tertawa terpingkal-pingkal melihat hasil ujian anaknya mendapat nilai C (cukup sebagai syarat kelulusan). Ia begitu gembira namun juga hampir tidak percaya anaknya bisa dapat C, "Are you sure?" begitu ia sempat bertanya dengan mimik muka tidak percaya.

Kalau hanya melihat videonya saja kita paling hanya akan tertawa lucu lalu melupakannya. Namun, stasiun tv ini mengundang bapak dan anak ini untuk wawancara jarak jauh karena mereka tinggal di UK sementara stasiun tv ini ada di NYC, USA. Saat ditanya mengapa sang bapak sampai bereaksi seperti itu, anaknya mengatakan ayahnya memang orang yang emosional makanya ia sengaja merekam momen tersebut. Sang bapak selanjutnya menjelaskan bahwa matematika selalu merupakan subyek yang berat bagi sang anak. Di ujian sebelumnya sang anak mendapatkan nilai F. Oleh karena itu ia mendampingi dan membantu anaknya belajar untuk ujian perbaikan sehingga saat mendapat nilai C, hal tersebut merupakan suatu pencapaian besar bagi mereka berdua. Sementara bagi sang anak, lulus mata pelajaran matematika merupakan saat yang sangat berarti dalam hidupnya yang ia ingin membaginya dengan banyak orang.

Wow, saya terpana menontonnya. Saya melihat orang tua yang sangat mencintai anaknya dan anak yang sangat mencintai orang tuanya. Cinta orang tua yang ditunjukkan dalam dukungannya menemani dan membantu anaknya belajar, mengapresiasi usaha yang dilakukan anaknya, ikut merasakan kesulitannya di sekolah dan juga kegembiraannya saat berhasil dalam ujian. Bagi banyak orang, nilai C bukan apa-apa. Malah tidak sedikit yang merasa tertekan bahkan kecewa mendapatkan nilai C. Tapi orang tua ini sangat mengerti bahwa bukan itu yang paling penting. Usaha dan kegigihan dalam mencapainya yang lebih berarti. Ia tidak memaksakan sang anak untuk menjadi brilian di pelajaran matematika. Ia hanya ingin anaknya lulus agar anaknya dapat melanjutkan kuliah di bidang yang disukainya yaitu memasak. Demikian pula terlihat cinta dari sang anak yang mau maju berperang pantang mundur mengalahkan "musuh"nya dan tidak mengecewakan orang tuanya. Saat wawancara ia sempat mengucapkan bahwa "He is a great dad" sambil menyentuh hangat tangan sang ayah.

"There are so many loving people out there and I'm happy to share this with you" demikian kata penutup dari sang ayah.

Sunday, October 27, 2013

Anti Cancer Rules - Non-Food

1. Make time to walk, dance or run. MInimal 30 menit, 5 hari seminggu. Intinya adalah berolahraga teratur.

2. Get in the sun at least 20 minutes without sunscreen (torso, arms, and legs) on most days. Sinar matahari membantu pembentukan vitamin D di dalam tubuh yang berguna dalam meningkatkan imunitas/daya tahan tubuh terhadap kanker.

3. Avoid common contaminants. Hindari memasukkan makanan atau minuman panas di wadah plastik. Zat kimia dari plastik bisa masuk ke makanan dan minuman tsb. Sebisa mungkin gunakan wadah makanan dari gelas atau stainless steel. Hindari kosmetik yang mengandung paraben dan phtalathes. Zat kimia ini diketahui dapat menyebabkan kanker. Gunakan alat masak yang terbuat dari stainless steel atau gelas. Gunakan water filter jika akan menggunakan air dari keran untuk dikonsumsi. Saat menggunakan cell phone, sebisa mungkin jangan menempel di kuping, berikan jarak. Taruh pakaian yang di-dry clean di luar rumah selama 2 jam sebelum dipakai atau disimpan di lemari.

4. Reach out to at least 2 friends for support (logistical and emotional) during times of stress. Hug your loved ones often. Teman atau orang yang dekat dengan kita bisa membantu mengurangi stres dan beban emosi.

5. Learn a basic breathing technique. Berguna untuk melepaskan stress saat kita kesal, marah, tertekan. Membantu menstabilkan emosi.

6. Make sure you do one thing you love for yourself on most days. Jangan merasa egois jika setiap hari kita khusus melakukan sesuatu yang benar-benar kita suka untuk diri kita sendiri, bukan untuk anak, suami/istri, keluarga, teman, orang lain. Kita juga harus mencintai dan mengurus diri sendiri.

7. Find out how you can best give something back to your local community, then give it. Lakukan kegiatan sukarela yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Setelah kita mencintai diri sendiri tiba saatnya untuk menberikan manfaat bagi orang lain. ;)

Anti Cancer Rules - Food

(rangkuman dari buku Anti Cancer A New Way of Life dan materi Patient Education dari MD Anderson)

Tulisan ini akan dibagi menjadi 2 yaitu Food dan Non-Food

Food

1. Plant based diet. Minimal 2/3 makanan yang kita makan sehari-hari harus berasal dari tumbuhan. Lebih baik lagi jika 80% isi piring kita saat makan pagi/siang/malam berupa sayuran.

2. Mix your vegetables and fruits. Have variety of colors. Semakin banyak variasi sayuran dan buah semakin baik untuk memperoleh berbagai phytochemicals dari masing-masing sayur/buah. Phytochemicals berguna dalam meningkatkan ketahanan tubuh terhadap sel kanker.

3. Prefer organic. Namun apabila tidak tersedia, lebih baik makan sayuran non-organic dibanding tidak makan sama sekali.

4. Add turmeric (with black pepper) ke semua masakan. Kunyit mengandung zat yang bersifat anti-inflammatory, anti-oxidant, dan anti-carcinogenic yang semua berguna dalam mencegah bahkan menghancurkan sel kanker.

5. Go low on potato. Kentang cepat sekali menaikkan gula darah (yang menyuburkan sel kanker) dan sangat tinggi kandungan pestisidanya.

6. Eat fish 2 or 3 times a week. Ikan banyak mengandung omega-3 yang penting dalam meningkatkan imunitas.

7. Only omega-3 eggs, or don't eat the yolks. Ayam yang makanannya berasal dari jagung dan kedele (makanan ayam di peternakan pada umumnya) mengandung banyak omega-6 yang juga diteruskan ke telurnya. Omega-6 bersifat inflammatory yang disukai sel kanker.

8. Only olive and canola oil in cooking and salad dressings. Namun jangan gunakan olive oil untuk memasak yang terlalu panas karena lemaknya bisa berubah menjadi berbahaya bagi kesehatan. Canola oil lebih tahan panas dibanding olive oil. Minyak lainnya seperti soybean oil, corn oil, and sunflower oil mengandung banyak omega-6.

9. Keep your carbs brown (whole grains). Karbohidrat (beras, tepung, pasta) yang berwarna putih (refined) menyebabkan lonjakan gula darah yang merupakan makanan sel kanker.

10. Cut down on sugar. Sama seperti refined carbs, gula menyebabkan lonjakan gula darah. Sebagai alternatif gula gunakan agave nectar dan stevia. Jangan gunakan artificial sweetener seperti saccharin, aspartame, sucralose, neotame, dan acesulfame potassium.

11. Drink 3 cups of green tea per day. Green tea mengandung anti-oxidant yang bagus dalam mencegah berkembangkan sel kanker.

12. Add Mediternian herbs to your food. Thyme, oregano, basil, rosemary, marjolaine, mint, etc. Daun-daun herbal ini mengandung banyak phytochemicals.

13. Less meat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makan daging merah dan processed meat (sosis, kornet, salami, bologna) dalam jumlah banyak meningkatkan risiko kanker. Hasil penelitian juga menunjukkan jika grilling (membakar seperti sate dan barbeque), frying (goreng) and broiling (membakar namun apinya dari atas bukan bawh seperti grilling) daging menghasilkan carcinogens (zat penyebab kanker).

14. Limit artificial additives and preservatives. Contohnya MSG (monosodium glutamate), BHT (butylated hydroxytolune), pewarna makanan (seperti Yellow no.5, blue no.2), nitrite (yang digunakan sebagai pengawet dalam processed meats), trans/interesterified fats (makanan yang mengandung ingredient berupa partially hydrogenated atau hydrogenated oil)

Saturday, October 26, 2013

Kekuatan Kata-kata

Saya sering mendengar kalau orang Amerika suka ngomong. Dalam pekerjaan saya sebelumnya, saya lihat mereka memang pandai sekali dalam melakukan presentasi. Di kantor saya, apabila ada presentasi dari orang-orang bule, saya selalu terkesan dengan cara mereka menjelaskan materi presentasinya. Sangat meyakinkan. Selain dari presentasi para bule, otomatis tidak ada lagi bukti dari pendapat bahwa orang Amerika suka ngomong.

Sampai akhirnya saya tingal di USA selama beberapa tahun. Di awal-awal kami pindah, saya sering kaget menjumpai tetangga-tetangga kami yang selalu menegur dan melambaikan tangan apabila berpapasan di dalam kompleks apartemen padahal kami tidak mengenal mereka sebelumnya. "Good morning", "how are you", atau sekedar "Hi" terucap dari mulut mereka. Ini merupakan pengalaman yang cukup mengesankan bagi saya yang selama tinggal di Jakarta jarang sekali mendapatkan sapaan hangat dari orang-orang yang tidak saya kenal.

Orang Amerika juga spontan dalam mengungkapkan apresiasinya. Seringkali saya mendapat pujian dari orang asing yang saya temui entah di supermarket, toko buku, sekolah anak, restauran bahkan di rumah sakit. Apabila melihat sesuatu yang mereka sukai, mereka tidak segan-segan untuk menyampaikannya. Entah sepatu yang kita pakai, baju, tas, asesoris, sampai scarf untuk menutupi kepala botak saya setelah kemo pernah mendapat pujian. Ini tidak hanya terjadi pada saya. Teman-teman kami dan keluarganya sesama orang Indonesia di sini juga menceritakan hal yang sama. Mereka seringkali terpana mendapat pujian yang tidak disangka-sangka. Komentar seperti "That's a beautiful brooch", " I like your shoes" , "Your boots are so cool, I want to ask my dad to give me that on my birthday", dll.

Bisa saja kita curiga bahwa pujian tersebut tidak tulus. Jika yang mengatakannya adalah front officer dari hotel yang kita tinggali, atau dealer mobil, atau pramugari, atau customer service di department store, tentu kita percaya bahwa mereka hanya menjalankan tugasnya untuk bersikap manis dan ramah terhadap pelanggan. Namun jika yang mengatakannya adalah orang yang tidak memiliki kepentingan dengan kita, bagaimana kita tidak merasa tersanjung. Bagaimana saya tidak berbunga-bunga saat seorang perempuan muda khusus menghampiri saya hanya untuk mengatakan"I have to tell you this, your purse (handbag, orang Amerika bilang tas wanita purse bukan handbag seperti di Inggris) is so cute. I got the same line but yours is cuter. Oh and look you have the watch too!". Wanita mana yang tidak mengembang hatinya mendapat komentar spontan seperti itu dari wanita lain.

Komentar-komentar ringan dan spontan seperti itu terkadang bisa memberikan impak yang sangat mendalam. Setelah didiagnosa terkena penyakit serius seperti kanker PD, tidak aneh jika muncul pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang telah saya perbuat hingga saya mengalaminya, apa dosa saya. Namun pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang seringkali justru membuat perasaan pasien semakin terpuruk dan merasa dirinya tidak sebaik yang lain. Pada beberapa kasus bisa membuat depresi dan kondisi kesehatan yang memburuk.

Kemarin di rumah sakit saat saya menunggu radiasi, salah seorang pasien mengatakan sesuatu yang akan saya ingat selamanya. Itu pertemuan kedua saya dengannya. Sebelumnya kami sempat bertukar cerita tentang penyakit yang kami derita masing-masing dan sekilas latar belakang kami. Saat bertemu untuk yang kedua kali ia mengatakan, "Hi, how are you? Your story touched me, you are always in my prayer. Having to send your baby away must be really hard. You are so strong. You must be a special woman.". Mata saya berkaca-kaca mendengarnya. Selama ini, meskipun saya selalu yakin bahwa Allah SWT memberikan ujian ini sesuai kemampuan saya, bahwa penyakit ini juga merupakan bentuk ujian untuk menjadi manusia yang lebih baik, namun mendengar ada orang lain yang tidak saya kenal, mengatakan bahwa saya wanita spesial, tetap saja menyentuh hati saya sedalam-dalamnya.

Seperti pepatah mengatakan lidah bisa setajam pedang, lidahmu harimaumu, kata-kata yang kita ucapkan bisa membekas di hati orang yang mendengarnya, selamanya. Bisa menyakiti namun bisa juga membesarkan hati. Semua tergantung bagaimana kita menggunakannya. Kalau senyuman saja bisa membuat orang lain bahagia, apalagi kata-kata manis kita yang terucap dengan tulus. Mungkin tidak hanya membuat hari-hari seseorang cerah ceria namun bahkan bisa merubah hidupnya selamanya.

Wednesday, October 23, 2013

Cerita tentang Teman

Hari ini saya hanya mau bercerita. Cerita pendek tentang teman-teman baru di rumah sakit.

Datang setiap hari ke rumah sakit untuk radiasi, membuat saya bertemu banyak orang terutama sesama pasien yang sedang diradiasi. Umumnya mereka berusia di atas saya. Dalam kaca mata penyakit kanker PD, umur 37 (usia saya saat ini) tergolong muda. Rata-rata pasien berumur 50 tahun ke atas. Berada di sekitar mereka membuat saya merasa muda sekali, apalagi kemarin ada 2 orang pasien mengatakan tampang saya seperti remaja. Ha3... Lumayanlah paling tidak ada hal-hal yang membesarkan hati di RS.

Inilah sekilas latar belakang teman-teman baru saya (semua nama saya ganti untuk privacy). Rena saya kenal saat sedang menunggu kelas hatha yoga ( ada banyak sekali kelas-kelas bagian dari integrative medicine di sini yang akan saya ceritakan juga di lain kesempatan). Ia berada di RS ini untuk mendampingi suaminya yang sedang menjalani pengobatan untuk kanker PD. Ya benar, suaminya yang terkena kanker PD. Mereka berdua berusia 53 tahun. Saya tahu bahwa kanker PD bisa menyerang laki-laki tapi tetap saja saat menjumpai sendiri kasusnya saya cukup kaget. Karena prosedur deteksi dini tidak sebaik pada wanita (saya belum pernah mendengar ada mammogram untuk laki-laki) maka saat diketemukan, kanker pada suami Rena sudah stadium lanjut (4) menyebar (metastase) ke tulang pinggul. Metastase pada kanker PD biasanya memang ke tulang, hati, paru-paru, dan otak. Mereka menemukan kanker PD tersebut karena terdapat benjolan di PD suaminya yang terlihat jelas dengan mata dan terasa keras seperti batu saat diraba. Benjolan tersebut membesar cukup cepat dalam waktu 1 minggu begitu tuturnya. Seperti saya, suami Rena menjalani operasi pengangkatan PD(mastectomy), kemoterapi dan radiasi.

Juni saya kenal di kelas Get Moving. Kelas ini mengkombinasikan musik dengan gerakan-gerakan senam, seperti perpaduan aerobik dan dansa. Juni berusia 39 tahun, ia kelihatan penuh semangat dan energi. Rambutnya pun masih lebat tidak seperti pasien kanker yang pernah kemoterapi. Hanya coretan-coretan di dada dan lehernya yang menunjukkan bahwa ia juga sedang menjalani radiasi. Saya tanyakan kenapa rambutnya tidak rontok, apakah ia tidak menjalani kemoterapi. "Saya dikemoterapi 4 tahun yang lalu. Sekarang tidak lagi, hanya radiasi. Kanker itu datang kembali dan sekarang metastase ke hati." Begitu ceritanya. Ooohhh....saya tidak tahu harus berkata apa. Kanker yang muncul kembali adalah hal yang paling ditakutkan semua orang yang pernah berjuang melawannya. Bukan saja beratnya proses pengobatan yang harus dijalani namun biasanya apabila kanker itu muncul lagi maka prognosis atau harapan/prediksi ke depannya lebih suram dari diagnosa yang pertama. Terus terang saya salut melihat semangat hidup yang memancar dari diri Juni.

Teri saya temui di kelas Breast Cancer Support Group. Ia telah menyelesaikan proses pengobatan 2 tahun yang lalu. Saat ini ia sehat, bugar dan segar. Ia datang ke RS untuk kontrol rutin tahunan. Teri adalah salah seorang dari pasien yang penyakitnya muncul didorong faktor genetik. Ada 2 gen dalam kromosom kita yang berhubungan dengan kanker PD, BRCA1 dan BRCA2. Gen-gen ini bertugas mengganti sel-sel yang rusak. Jika gen ini termutasi maka ia tidak bisa lagi menjalankan tugasnya sehingga sel yang rusak bisa berubah menjadi kanker.  Hasil tes genetik Teri menunjukkan kalau BRCA1nya positif mutasi. Berdasarkan hasil uji gen tersebut, ia menjalani double mastectomy 2 tahun yang lalu (sama seperti Angelina Jolie, hanya saja Teri sudah terkena kanker sementara Jolie tidak). Ia bercerita bahwa adik perempuannya juga positif BRCA1 namun sama seperti Jolie tidak menderita kanker. Langkah preventif double mastectomy yang dilakukannya belum dilakukan oleh adiknya. Memang tidak mudah untuk wanita yang sama sekali sehat  untuk dapat merelakan PD-nyadibuang walaupun itu untuk menghindarinya dari penyakit kanker. Orang yang positif BRCA1 atau 2 memiliki probabilitas terkena kanker PD dalam hidupnya sebesar 80% dan 55% kanker ovarium untuk BRCA1 dan 25% untuk BRCA2. Saat ini Teri masih membujuk adiknya untuk melakukan double mastectomy. Ia sendiri sedang mempersiapkan diri untuk menjalani operasi oophorectomy yaitu pengangkatan ovarium untuk mencegah kanker ovarium di kemudian hari.

Saya bertemu Kristine di kelas pilates. Kristine mempunyai 2 orang anak yang pertama berusia 24 sedang kuliah S2 dan yang kedua 21 tahun sedang kuliah S1. Suaminya meninggal dunia 2 tahun yang lalu. Setahun yang lalu di bulan Oktober dirinya didiagnosa kanker PD. Dua tahun terakhir ini merupakan saat yang berat baginya namun ia tetap semangat. Sebagaimana umumnya pasien radiasi, ia harus menyelesaikan 30 kali radiasi. Saat ini ia sudah setengah jalan. Berarti hanya berbeda 2 minggu dengan saya tetapi saya heran mengapa ia baru radiasi sekarang sementara diagnosanya berbeda sekitar 3 bulan lebih dulu dari saya. Saat saya tanyakan, ia bercerita bahwa ia harus menjalani 3 kali operasi. Operasi pertama, dokter mengambil benjolan di PD-nya. Setelah hasil pathology keluar ternyata margin dari benjolan yang diambil belum bersih dari sel kanker sehingga ia harus kembali dioperasi. Demikian pula yang terjadi pada operasi kedua. Saat diberitahu harus kembali lagi ia bilang "Sudah dok, dibuang saja semua PD kiri ini.". Namun dokter tidak setuju. Akhirnya setelah operasi ketiga margin yang diambil menunjukkan area bersih yang mencukupi. Wow, baru saya tahu bahwa operasi bisa dilakukan berulang-ulang untuk mendapatkan margin yang bersih.

Selanjutnya ada lagi Anne, Becky, dan Lisa. Saya tidak akan bercerita tentang mereka di sini karena tiba saatnya makan siang dan setelah makan siang kelas Yoga for Health sudah menanti ;).

Tuesday, October 22, 2013

Celebrating Life

Menjadi pasien kanker stadium 3, yang tengah menjalani radiasi, dengan kepala botak, PD hilang satu, tangan kiri berisiko terkena lymphedema (pembengkakan), dan kulit bagian dada yang di radiasi tinggal menunggu waktu untuk memerah, menghitam dan mengelupas, bukan berarti saya tidak dapat berbahagia.

Wiken kemarin merupakan saat yang sangat mengesankan. Saya, suami dan anak kami pergi ke Hermann Park. Suami saya jogging keliling taman, anak kami main di playground, dan saya mengawasi mereka dengan senyum mengembang. Kami juga sempat naik kereta api mini mengitari taman. Anak kami senang sekali, pemandangan di taman sangat indah dan cuaca cerah bersahabat. Menikmati semua itu, saya bahagia.

Dari taman kami pergi ke kafe ala Perancis di Rice Village untuk sarapan crepes. Kafe ini kecil namun padat pengunjung. Meja kursi di tata sedemikian rupa sehingga dapat menampung banyak orang di area yang sangat terbatas. Hujan rintik-rintik saat kami keluar mobil dan berjalan ke arah kafe. Kami harus parkir agak jauh karena banyaknya pengunjung. Duduk bersama keluarga tercinta menikmati sarapan lezat dan menyaksikan orang-orang lain bercengkrama dengan keluarga dan kerabatnya, saya menarik nafas bahagia.

Semakin beranjak usia, semakin saya berusaha mensyukuri semua yang terjadi dalam hidup ini, saat ini. Hidup saya jauh dari sempurna. Kalau mau mengeluh dan bersedih, banyak yang bisa dijadikan alasan. Saya didiagnosa kanker PD saat anak kedua kami berusia 6 bulan. Hidup jauh di negara orang, kami harus merelakan anak kami ini kembali ke Indonesia untuk diasuh oleh orang tua kami. Kemoterapi yang berhasil saya jalani tidak hanya meninggalkan kepala yang licin namun juga berbagai efek samping yang dalam jangka panjang, saya hanya bisa berdoa agar tidak pernah terjadi. Operasi pengangkatan tumor membuat fisik saya tidak lagi sempurna sebagai seorang wanita. Sementara radiasi yang sedang saya jalani meskipun tidak terlalu berat dari segi fisik saat ini, namun sekali lagi efek samping jangka panjang terhadap jantung yang dekat dengan daerah yang diradiasi, sekali lagi hanya doa yang bisa saya panjatkan. Belum lagi saya harus berpisah dengan keluarga selama proses radiasi ini. Kami tinggal di Mandeville,  Louisiana dan pengobatan saya dilakukan di MD Anderson, Houston, Texas. Selama hampir 7 minggu saya harus tinggal seorang diri. Suami dan anak saya hanya bisa menjenguk di saat wiken.

Kalau mau tenggelam dalam kesedihan, kekecewaan dan kekhawatiran, sangat mudah bagi saya untuk melakukannya. Tinggal saya membayangkan ketidakpastian masa depan, berapa tahun sisa umur saya, akankah kanker ini datang kembali, organ apa yang akan diserang apakah hati, paru-paru, tulang, otak, seberapa sakitnya nanti, apakah efek samping yang dikhawatirkan akan terjadi, bagaimana dengan anak-anak dan suami saya apabila umur saya tinggal sebentar lagi, dst, dst, dst.

Namun saya memilih untuk tidak melakukannya. Saya memilih untuk berpegang pada apa yang saya miliki saat ini. Pada apa yang Allah SWT berikan pada saya saat ini. Bukan pada apa yang di luar kendali saya, yang hilang, lepas atau tidak saya miliki.

Hari demi hari saya syukuri. Saya bersyukur atas hidup ini. Bahwa saya masih dapat bernafas, berjalan, berlari, tertawa. Saya masih dapat melihat dan mengasuh anak-anak dan suami. Saya diberikan keluarga yang sangat mencintai saya, diberikan kesempatan berobat di sini, diberikan kesadaran bahwa apapun hidup yang ada di hadapan kita itu adalah yang terbaik.

Demikianlah saya tersenyum bahagia menikmati cerahnya matahari pagi di taman kecil di rumah sakit ditemani kicauan burung dan secangkir kopi hangat.

MD Anderson